Pati, baistnews.com Dugaan Penipuan 3,1 Milyar untuk sidang Keempat dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi – saksi kasus perkara nomor : 113/Pid.B/2025/PN.pti., dinyatakan ditunda karena para saksi tidak hadir. Perkara Tindak Pidana Penipuan dan/atau Penggelapan yang menimpa korban Nurwiyanti dengan panggilan akrab Wiwied warga Desa Bumirejo Kec Margorejo Kabupaten Pati Jawa Tengah dengan terdakwa Anifah berdomisili di jl. mojopitu no 16 Pati. Teguh Hartono mengungkap bahwa suami Anifah terlibat dalam pusaran kasus tersebut. Senin (25/08/25)

Sidang Keempat ini dengan agenda pemeriksaan lanjutan dari Saksi-Saksi sebelumnya, yaitu Saksi Tohari, Saksi Ketua RT, Saksi Yoseptia, Saksi Sudiharsono dan Saksi Joko Santoso oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pati Ketua Majelis: Budi Aryono, S.H., M.H.Anggota Dian Herminasari, S.H., M.H.Anggota Wira Indra Bangsa, S.H., M.H. Serta Jaksa Penuntut Umum Danang Seftrianto SH.MH .
Dalam persidangan sebelumnya Saksi yang dihadirkan yakni Saksi Tohari merupakan Paman Terdakwa Anifah mengungkap fakta di persidangan bahwa Tahun 2022 kandang ayam sudah tidak digunakan dan
kerjasama dengan Terdakwa tidak pernah ada. Demikian juga Saksi Yoseptia dari Toko Pakan Ayam juga mengungkap bahwa Terdakwa tidak pernah beli pakan ayam atau kerjasama dg Terdakwa Anifah. Dan dengan tegas menyatakan kuitansi yg dibuat Terdakwa bukan dari Toko Sapta Jaya alias kwitansinya dipalsukan oleh Terdakwa.
Sedangkan Saksi Sudiharsono dan Saksi Joko Santoso memberikan keterangan berbelit-belit dan tidak bersesuaian dengan bukti yang ada sehingga membuat JPU mengingatkan Saksi bahwa mereka seharusnya ikut serta mempertanggung jawabkan kuitansi-kuitansi tidak benar tersebut bersama Terdakwa.

Atas fakta yang terungkap di persidangan dan kerugian yang dialami, kuasa hukum Korban, Dr. Teguh Hartono, S.H., M.H. berharap perkara pidana ini harus diputuskan terlebih dahulu oleh Majelis Hakim agar Terdakwa Anifah tidak berdalih bahwa ini perkara perdata wanprestasi biasa. “Sebagaimana ketentuan Pasal 29 AB (Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesia) dan Pasal 1328 KUH Perdata bahwa perkara pidana seperti penipuan harus diputus terlebih dahulu daripada perkara perdatanya.”
Lanjut Teguh, Bahkan Pasal 1328 KUH Perdata tegas mengatur :”Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.”
“Sehingga menurut hemat kami, Perjanjian dapat batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat obyektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu suatu hal tertentu (Obyek Perjanjian) dan Sebab Yang Halal (Kausa). Hal ini berarti perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum sejak awal dan dianggap tidak pernah ada.”, ungkap DR. Teguh Hartono, yg juga Dosen Hukum Acara Pidana dan Perdata di berbagai perguruan tinggi, jebolan Program Doktor Ilmu Hukum UNS.
/Red.





