KUDUS – jursidnusantara.com Konflik Hotel The Sato dengan Benny Gunawan Ongkowijoyo, tetangga yang berbatasan langsung dengan tembok Hotel The Sato Kudus dan beberapa waktu terakhir terlibat sengketa perihal sepadan bangunan.

Penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah (Jateng) melakukan penyitaan terhadap banner milik Benny Gunawan Ongkowijoyo, warga yang bersengketa dengan Hotel The Sato.

Kedatangan petugas tersebut bukan tanpa alasan. Mereka melakukan penyitaan terhadap sebuah banner yang terpasang didepan rumah Benny Ongkowijoyo. Penyitaan ini dilakukan pada Rabu malam, 29 Oktober 2025. Adapun alasannya karena banner itu akan dijadikan barang bukti laporan dugaan pencemaran nama baik yang diajukan pihak Hotel The Sato sejak Mei 2025 lalu.

Diketahui, rumah milik Benny berbatasan tembok langsung dengan hotel itu. Ia pun sudah pernah membawa sengketa ke Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia dan berhasil memenangkan tuntutan.

Sementara banner yang disita itu berisi protes Benny kepada pihak hotel. Isinya adalah pernyataan Benny yang menuntut kejelasan status hukum hotel tersebut, yang kemudian menjadi dasar laporan pencemaran nama baik oleh pihak manajemen hotel.

Banner itu juga menyoroti sikap pemerintah daerah yang dia anggap tidak bertindak atas keberadaan bangunan hotel. Serta memuat imbauan kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap aktivitas usaha di lokasi tersebut.

Proses penyitaan disaksikan langsung oleh Kapolsek Kota Kudus AKP Subkhan, serta sejumlah anggota Polda Jateng.

Kapolsek Kota AKP Subkhan menyatakan, pihaknya hanya melakukan pendampingan.

“Kami hanya mendampingi, karena yang menangani dari Polda,” ujar AKP Subkhan.

Banner tersebut disita sebagai barang bukti dalam penyidikan laporan dugaan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam pasal 310 dan 311 KUHP.

Sementra itu, Pemilik rumah Benny Gunawan Ongkowijoyo mengaku tidak mempermasalahkan penyitaan tersebut. Ia menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan siap memberikan keterangan jika diminta oleh penyidik.

“Tidak apa-apa diambil untuk barang bukti, tetapi saya minta diberitahu terkait hasilnya setelah proses penyidikan nanti,” ujar Benny.

Benny menambahkan, dirinya tetap berpegang pada putusan Mahkamah Agung yang telah inkrah, bahwa izin operasional Hotel The Sato telah dicabut sejak 2023.

Ia juga menolak jalan damai selama pihak hotel belum memenuhi tuntutan ganti rugi sebagaimana dalam gugatan perdatanya.

“Damai itu artinya Hotel The Sato harus memberikan ganti rugi yang sudah dihitung, sekitar Rp 2 miliar lebih, angka tersebut sebagai bentuk ganti rugi material dalam hitungan yang dilakukan sekitar 5 tahun yang lalu. Tetapi dari sana hanya menawarkan Rp 300 juta,” terangnya.

Upaya mediasi juga sempat difasilitasi oleh Polda Jateng, namun sampai saat ini belum mencapai kesepakatan.

“Karena pihak hotel belum menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan masalah secara adil,” pungkasnya.

 

(L-Man)